Doa atau Beban? Harapan Orang Tua pada Bayi Baru Lahir
Jum'at, 05 September 2025 09:42 WIB | 49 views
Saat seorang bayi lahir, momen itu biasanya disambut dengan doa dan harapan. Namun, tanpa sadar banyak doa yang terdengar manis ternyata mengandung beban. “Semoga jadi anak yang membanggakan keluarga,” “Semoga menjaga nama baik keluarga,” atau “Semoga pintar supaya tidak bikin malu.” Kalimat-kalimat ini sering diucapkan tanpa maksud buruk, tetapi secara tidak langsung meletakkan tanggung jawab besar pada bahu yang bahkan belum bisa menopang kepala sendiri.
Sejak lahir, anak dibentuk oleh kata-kata orang dewasa di sekitarnya. Ucapan yang kita anggap doa bisa menjadi pesan tak tertulis yang menuntut anak untuk selalu “layak” di mata orang lain. Alih-alih merasa dicintai tanpa syarat, anak bisa tumbuh dengan tekanan untuk memenuhi ekspektasi—bahkan sebelum mereka tahu siapa diri mereka sendiri.
Kita mungkin tidak sadar bahwa beban seperti ini bisa memengaruhi rasa percaya diri anak. Anak bisa merasa bahwa cinta dan penerimaan keluarga bergantung pada pencapaian, nilai, atau bagaimana mereka dipandang masyarakat. Akhirnya, tumbuhlah generasi yang mudah cemas, takut gagal, dan sulit menerima diri apa adanya.
Sebaliknya, doa dan harapan bisa diarahkan untuk memberi rasa aman dan kehangatan. Misalnya, “Semoga tumbuh bahagia,” “Semoga sehat selalu,” atau “Semoga jadi versi terbaik dirimu.” Kata-kata sederhana ini bisa menegaskan bahwa anak dicintai tanpa syarat, bukan hanya karena pencapaian atau penilaian orang lain.
Setiap anak lahir dengan hak untuk dicintai, bukan untuk menjadi proyek keluarga. Mari kita ubah cara berdoa dan berbicara tentang anak, agar doa benar-benar jadi doa—bukan beban yang disamarkan.
Berikan Komentar Via Facebook